Dana Pokir DPRD Kota Ambon Diduga Bermasalah, LIRA : Aparat Diminta Proses

by -130 views
Jan Sariwating
Korwil LSM LIRA Maluku, Jan Sariwating

Ambon – Pokok Pokok Pikiran DPRD yang lazim disebut Pokir merupakan kumpulan permasalahan berupa saran, usul, pendapat serta keinginan dari kelompok masyarakat.

Keinginan tersebut disampaikan dalam pertemuan bersama  dengan anggota DPRD Kota Ambon ketika ada agenda reses, dengan tujuan agar aspirasi dari masyarakat ini bisa di perjuangkan.

Untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat ini, anggota DPRD harus membahas bersama dengan Badan Anggaran (Banggar) agar keinginan masyarakat bisa ditampung dalam RAPBD.

Ketika terjadi pembahasan dengan Banggar, maka Pokir yang awalnya berupa usul, saran, pendapat, berubah wujud menjadi Dana Pokir, yang selanjutnya dana tersebut akan dipakai untuk membiayai proyek-proyek untuk kepentingan masyarakat itu sendiri.

Dengan ditampungnya dana Pokir dalam APBD, maka disini dana ini mulai bermasalah.

Dalam hal ini, masing-masing anggota DPRD mulai mengatur strategi supaya dana pokir yang sudah dijabarkan dalam berbagai proyek ini bisa dikelola sendiri.

Apakah anggota DPRD sudah tahu atau tidak bahwa dalam manejemen pengelolaan dana Pokir, area ini menjadi sisi rawan terjadinya perbuatan tindak pidana korupsi..?

Apalagi ada ketegasan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa setelah disetujui dan ditampung dalam APBD, maka Dana Pokir menjadi kewenangan (urusan) pihak Executive, sementara DPRD hanya mengawasi pelaksanaan dan realisasinya.

Celakanya, ketegasan KPK ini tidak berlaku di DPRD Kota Ambon dan itu di anggap angin lalu.

Akibatnya, proyek-proyek yang ditangani anggota DPRD melalui dana Pokir menjadi masalah, dan berpotensi terjadinya perbuatan tindak pidana.

Korwil LSM LIRA Maluku, Jan Sariwating mengatakan,  data yang diperoleh pihaknya berupa laporan masyarakat menjelaskan, di Tahun Anggaran (TA) 2022, Pemkot Ambon menganggarkan Belanja Modal sebesar Rp. 214,6 Miliar lebih, dengan realisasi per 31-12-2022 sebesar Rp. 165,2 Miliar lebih atau 76,97 persen.

“Dari realisasi Rp. 165, 2 M tersebut, sebagian diantaranya sebesar Rp. 103, 8 Miliar dipakai untuk melunasi hutang Thn 2021, dan sisanya sebesar Rp. 61, 4 Miliar disediakan untuk mem biayai kegiatan T.A 2022,” ujarnya kepada media ini, Selasa (9/1/2024).

Dikatakan, dari sisa Rp. 61,4 Miliar, sebagian diantaranya yaitu sebesar Rp. 16,1 Miliar lebih digunakan untuk pembayaran uang muka atas pekerjaan Pengadaan Langsung (PL) yang merupakan hasil Pokok-Pokok Pikiran anggota DPRD.

“Pembayaran uang muka sebesar Rp. 16,1 M ini, adalah merupakan sebagian dari realisasi Belanja Modal PL dengan nilai kontrak seluruh pekerjaan PL sebesar Rp. 55,8 Miliar. Dengan demikian per 31-12-2022 untuk Belanja Modal PL masih terhutang sebesar Rp. 39,6 Miliar lebih,” tambahnya.

Menurut Sariwating, pekerjaan PL ternyata membawa dampak serius atas sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPRD.

“Sebut saja dalam proses pengajuan dan penetapan pekerjaan Belanja Modal PL tidak ada proposal, namun seluruhnya diusulkan langsung oleh anggota DPRD. Selanjutnya ada beberapa lokasi proyek yang dipindah, tidak pada lokasi usulan awal, bahkan ada proyek yang semula di anggarkan, kemudian entah kenapa proyek tersebut diganti dengan proyek lain, tidak hanya itu proyek yang awalnya tidak masuk dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA), namun di ajukan sebagai proyek baru pada DPA Perubahan,” ungkapnya.

Belum selesai akrobatik yang dilakukan anggota DPRD ini kata Sariwating, ternyata di Tahun 2022 juga ada 5 buah paket proyek lampu jalan dengan akumulasi dana sebesar Rp. 500 juta lebih hingga pertengahan Tahun 2023, tidak pernah dikerjakan, artinya progres pekerjaan nol persen. Ke- 5 proyek ini tersebar di Neg. Hative Kecil, Desa Galala, Neg. Halong, Kec. Wainitu dan Gunung Nona.

“Apa yang di lakukan anggota DPRD Kota Ambon ini telah melanggar ketentuan yang berlaku, seyogianya hal ini harus menjadi perhatian semua pihak,” ujarnya.

Dalam hal ini kata Sariwating, Pemkot Ambon yang punya anggaran ternyata diam membisu tidak punya nyali untuk mengantisipasi bakal terjadinya pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD. Tidak terkecuali dengan Inspektorat yang telah diberikan kewenanangan khusus untuk lakukan pengawasan, ternyata loyo dan tidak bisa berbuat apa-apa.

Kasus Dana Pokir ini harus di hentikan, dan cara untuk menghentikan menurut Sariwating, adalah meminta aparat KPK untuk lakukan proses penyelidikan.

“Jika dalam proses penyelidikian ditemui adanya praktek yang menjurus kepada tindak pidana korupsi, maka pelakunya siapapun dia harus dimintai pertanggung jawaban,” tambahnya. (K-06)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *