Ambon, Kabaresi.com – Pembangunan rumah sederhana bersubsidi di Kusu-Kusu Sereh, Negeri Urimeseng, kini ramai dibicarakan orang.
Pembicaraan tidak hanya mengenai lingkungan hidup dan drainase, tetapi lebih dari itu yang sekarang menjadi polemik, adalah tentang proses pembangunan perumahan itu sendiri yang tidak jelas.
Proyek yang merupakan program strategis pemerintahan Presiden Jokowi untuk kawasan ini pekerjaannya diserahkan kepada PT Matriecs Cipta Anugrah (MCA), perusahaan yang berkantor pusat di Manokwari-Papua Barat ini, kini mulai dikeluhkan oleh konsumen, karena kontrak perjanjian yang telah disepakati bersama, ternyata mulai diingkari pihak perusahaan.
Direktur LSM LIRA Maluku, Jan Sariwating mengatakan, hasil penelusuran pihaknya, diketahui rumah dengan type FLPP dengan luas tanah 60 m2, luas bangunan 36 m2, ternyata sampai saat ini proses pembangunannya masih tersendat-sendat.
“Tidak jelas berapa banyak rumah yang akan dibangun, berapa yang sudah di bangun dan berapa yang sudah ditempati oleh konsumen,”katanya.
Semuanya tidak jelas atau serba gelap kata Sariwating, “Bahkan ketika hal tersebut akan di konfirmasi ke kantor perwakilan perusahaan, tidak ada yang bisa menjelaskan secara terus terang,”tambahnya.
Karena itu Dirinya menduga, perusahaan ini tidak bonafide, tidak mampu secara financial dalam menyelesaikan pembangunan perumahan ini.
Buktinya, ada konsumen yang telah melunasi pembayaran 2 tahun lalu, namun sampai saat ini, rumah yang dijanjikan belum juga dibangun. Bahkan tidak jelas, apakah bisa dibangun atau tidak.
“Ini bukti kalau perusahaan memang telah melanggar perjanjiannya sendiri. Sebab, mengacu pada pasal 5 dari kontrak, ketika ditanda-tangani, maka 18 bulan kemudian, rumah dan bangunannya sudah harus diserahkan kepada pihak konsumen. Namun yang terjadi, ada konsumen yang sudah melunasi harganya 2 tahun lalu, sampai sekarang tak kunjung ada penyerahan rumah,”ungkap Sariwating.
Yang lebih fatal lagi jelas Sariwating, dalam pasal 3, jika konsumen melunasi harga rumahnya saat menandatangani kontrak, maka akan diganjar dengan bonus berupa TV, Sofa, Springbed serta bebas biaya kapling, balik nama, setifikat, BPHTB dan biaya administrasi lainnya,”ungkapnya.
Dengan ditemukannya masalah-masalah tersebut tambahnya, dapat disimpulkan bahwa perusahaan tidak punya itikad baik utk mentaati perjanjian yang telah dibuatnya sendiri.
“Karena itu patut di duga, perusahaan telah melakukan wan prestasi, bahkan telah menipu konsumen, dan jika perusahaan masih saja lakukan hal-hal yang merugikan konsumen, maka tidak tertutup kemungkinan kasus ini akan berujung menjadi proses hukum,”ujar Sariwating.

Sementara kepada para konsumen yang ingin memiliki rumah, Sariwating berpesan supaya berhati-hati, pelajari dengan seksama apa yang tercantum dalam kontrak, supaya di kemudian hari tidak menyesal, apalagi sampai sudah melunasi, tetapi rumahnya tak kunjung di bangun. (Acl)