Ambon – Kasus pencemaran nama baik antara Ramli Umasugi (RU), mantan Bupati Buru dan Fadly Tukuboya (FT), anggota DPRD Kabupaten Buru kini memasuki babak baru, setelah Polda Maluku menetapkan RU sebagai tersangka.
Kedua pejabat di Kabupaten Buru ini memang sudah lama tidak pernah akur dalam berbagai hal, baik itu di dalam maupun di luar pemerintahan.
Puncaknya terjadi di hari Senin 21 Desember 2020 lalu, ketika keduanya berpapasan di areal Bandara Namniwel, entah kenapa dengan tiba – tiba RU menghardik FT dengan keras memanggilnya dengan kata – kata penghinaan “ose anjing “.
Karena merasa dirinya di permalukan di depan umum, maka untuk mendapatkan keadilan hukum, saat itu juga FT dengan di dampingi penasihat hukum Eko Lapandewa, SH langsung melaporkan RU ke Polres Buru.
Merasa bahwa penanganan laporan di Polres Buru tidak maksimal, maka sebagai pelapor FT meminta Polda Maluku untuk mengambil alih proses kasus ini.
Gayungpun bersambut, penyidik pada Ditreskrimum Polda mulai melakukan serangkaian proses penyidikan dengan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (SPP) no : SP.Sidik/218a/VII/2021 tanggal 27 Juli 2021.
Pada proses ini sejumlah saksi telah di panggil untuk dimintai keterangan termasuk saksi ahli, juga tidak terkecuali pelapor dan terlapor.
Dan berdasarkan keterangan dari saksi – saksi kemudian keterangan dari pelapor dan terlapor, maka penyidik melakukan gelar perkara untuk menentukan apakah terlapor RU layak atau tidak untuk di tersangkakan.
Dan pada tanggal 25 Mei 2022, satu hari setelah lengser dari jabatannya, penyidik Ditreskrimum Polda Maluku menetapkan RU secara resmi sebagai tersangka.
Penetapan RU sebagai tersangka menuai banyak komentar, baik itu yang setuju maupun tidak.
Bagi yang setuju RU jadi tersangka dan kasusnya hingga ke pengadilan, berpendapat bahwa ini sebagai efek jera bagi pejabat yang tidak memiliki cara bertutur dan bahasa lisan yang penuh dengan kesopanan.
Namun yang tidak setuju punya pendapat berbeda. Mereka beranggapan bahwa kasus ini adalah merupakan delik aduan, jadi bisa saja perkaranya di cabut dengan pertimbangan yang rasional, sehingga ada permintaan maaf di antara kedua pihak yang berperkara.
FT sebagai pelapor tidak setuju jika kasus ini diselesaikan berdasarkan kesepakatan bersama di luar pengadilan (restorative justice).
Kepada media, Minggu siang (29/5/2022) FT mengaku akan mengawal kasus ini hingga ke pengadilan.
“Kasus ini tidak akan di hentikan, saya akan mengawalnya hingga ke pengadilan dan menunggu dia (RU) disana, karena saya sangat terluka dengan kata penghinaan yang diucapkannya kepada saya,” ungkapnya dengan nada geram.
Terkait dengan penyelesaian perkara berdasarkan restorative justice, FT mengaku hal tersebut sudah beberapa kali dianjurkan oleh penyidik, namun tidak ada kata sepakat diantara kedua pihak.
“Saya tau watak dari seorang RU, dia gengsi dan tidak mau tunduk kepada siapapun, dia tidak akan mau cara penyelesaian di luar pengadilan, dan kalau itu yang di kehendaki, mari sama sama kita bertarung di pengadilan,” sambung FT dengan nada tinggi.
Di tempat terpisah Korwil LSM LIRA Maluku, Jan Sariwating mengatakan, walaupun RU sudah menjadi tersangka, tapi beliau belum tentu bersalah.
“RU sudah ditetapkan sebagi tersangka oleh penyidik Ditreskrimum Polda Maluku, kita menghormati itu, namun beliau belum tentu bersalah, karena yang menentukan seseorang bersalah atau tidak, hanya oleh hakim pada mahkamah pengadilan,” kata Sariwating kepada media ini Minggu sore tadi.
“Kita menghormati asas praduga tak bersalah, dan biarlah pengadilanlah yang berproses hingga menentukan apakah RU bersalah atau tidak,” sambung pegiat anti korupsi ini.
Menurutnya, kasus ini merupakan sebuah pelajaran terutama bagi pejabat – pejabat siapapun dia, untuk lebih berhati – hati dalam bertutur lisan, sehingga tidak terjadi hal hal yang akan merugikan diri sendiri.
Seperti ada idiom yang mengatakan, mulutmu harimaumu, apa yang keluar dari mulut seseorang itulah yang akan menjadi jerat bagi dirinya. (K-07)