Ambon, Sekertariat Kota (Sekot) Ambon, rupanya saat ini masih belum bisa bernafas lega. Pasalnya ada praktek pat gulipat yang berujung pada terjadinya kerugian daerah yang tak dapat dihindarkan.
Selama ini warga masyarakat masih mempercayai Pemkot Ambon dalam menata kota ini menjadi kota yang aman, maju, tertib dan bersih dalam arti luas, tidak hanya bersih dalam menata lingkungan ,tapi juga dalam menggunakan anggaran untuk kesejahteraan masyarakat.
Namun sayangnya, harapan masyarakat itu untuk sementara harus tertunda, karena ada masalah yang harus segera di selesaikan.
Masalah dimaksud adalah tentang telah terjadi penggunaan anggaran untuk belanja sewa gedung dan bangunan tahun 2024 sebesar Rp. 700 juta yang diduga fiktif.
Korwil LSM LIRA Maluku, Jan Sariwating mengatakan, data yang diperoleh berupa laporan masyarakat menyebutkan, Pemkot Ambon di tahun anggaran 2024 menganggarkan belanja barang dan jasa sebesar Rp. 433,7 Milliar dengan realisasi sebesar Rp. 387,3 Milliar atau 89,31 %.
Kepada media ini, Senin (18/8/2025) Ia menyebutkan, dari realisasi sebesar Rp. 387,3 Milliar tersebut, sebagian diantaranya digunakan untuk belanja sewa gedung/bangunan pada Sekertariat Kota Ambon dengan anggaran sebesar Rp. 1,7 Milliar.
Dari dana sebesar Rp. 1,7 Milliar ini, direalisasikan oleh Sekertariat Kota sebesar Rp. 1,3 Milliar lebih untuk menyelenggarakan kegiatan pertemuan, seminar dan lain-lain pada salah satu hotel di kota Ambon. Dan dari dana senilai Rp. 1,3 M lebih tersebut, bendahara pengeluaran menerbitkan 72 nota pembayaran untuk diselesaikan dengan pihak hotel.
Tragisnya, dari 72 nota yang disodorkan, hanya 40 nota dengan nilai Rp. 650 juta lebih adalah transaksi riil dan merupakan nota sebenarnya yang dilakukan antara pihak Sekertariat dan pihak hotel. Sedangkan sisanya 32 nota dengan nilai Rp. 700 juta, tidak ada arsip pembayaran sama sekali yang tersimpan di hotel dan itu bukan nota sebenarnya.
Itu berarti kata Sariwating, nota senilai Rp. 700 juta yang di keluarkan oleh bendahara adalah merupakan nota fiktif dan harus ditelusuri dana ini telah digunakan untuk kegiatan apa saja.
Sesuai data diperoleh, ternyata ada pengakuan dari PPK, bahwa dana senilai Rp. 700 juta ini telah dipakai untuk menutupi belanja kegiatan lain, namun tidak ada bukti dokumen berupa tanda terima, atas penggu naan dana tersebut.
“Permasalahan tersebut membuktikan bahwa Sekertariat Kota telah melanggar UU No. 1 thn 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yakni Pasal 3 ” Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBD, bertanggung jawab atas ke benaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud,” ujarnya.
Akibatnya realisasi untuk belanja sewa gedung/bangunan senilai Rp. 700 juta menjadi amburadul dan berpotensi merugikan keuangan daerah.
Menurutnya, masalah seperti ini bisa terjadi karena Sekot Ambon selaku Pengguna Anggaran (PA) tidak melakukan pengawasan dan pengendalian atas kegiatan belanja pada OPD yang dipimpinnya. Begitu juga dengan PPK dan Bendahara Pengeluaran, tidak melaksanakan kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya sesuai ketentuan yang berlaku.
Supaya masalah ini tidak berlanjut dengan proses hukum, “Kami minta Walikota Ambon, pak Bodewin Wattimena untuk perintahkan Sekot, PPK dan Bendahara Pengeluaran dengan cara apapun untuk segera lakukan penyetoran atas dana senilai Rp. 700 juta tersebut ke Kas Daerah,” pintanya.
Ditambahkannya, masalah yang terjadi seperti ini, bukanlah satu satunya yang dialami oleh Sekertariat Kota Ambon.
“Karena sesuai info yang kami terima, selama tahun 2024 ada beberapa OPD yang diduga melakukan perbuatan yang mirip sama, dengan nilai kerugian berlipat, dan hal ini harus menjadi perhatian kita bersama,”
Dan jika tidak diantisipasi dengan baik dan serius tambah Sariwating, dikhawatirkan kedepan masyarakat akan bersikap pesimis, yang ujungnya bisa terjadi hilang kepercayaan atas pelaksanaan program-program yang dilakukan oleh Pemkot Ambon. (K-08)