Ambon, Perilaku anggota DPRD secara berjenjang dimana pun, selalu menunjukan ciri hedonisme, selalu ingin memuaskan diri pribadi serta kenikmatan materi sesaat.
Bahkan tidak peduli atas kritik dari masyarakat dan siap untuk melanggar segala peraturan yang sudah ditetapkan.
Seperti yang dilakukan anggota DPRD Maluku dalam melakukan kegiatan reses.
Data LSM LIRA Maluku berupa laporan masyarakat menyebutkan, di tahun 2024 Pemprov Maluku menganggarkan Belanja Barang & Jasa sebesar Rp. 969 Milliar lebih, dengan realisasi sebesar Rp. 867 Milliar lebih atau 89,55 persen.
Dari realisasi sebesar Rp. 867 Milliar tersebut, sebagian diantaranya yaitu sebesar Rp. 8.784.100.000 digunakan untuk kegiatan reses anggota DPRD Maluku.
“Dana sebesar Rp. 8.784.100.000 ini dicairkan melalui 8 lembar Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), dimana 4 lembar dicairkan pada tgl 7 Pebruari 2024 dan 4 lembar lainnya di cairkan pada tgl 31 Desember 2024,”ujar Korwil LSM LIRA, Jan Sariwating kepada media ini Minggu (2/11/2025).
Ada hal menarik dalam proses ini kata Sariwating, yakni setelah kegiatan reses selesai, ternyata sebagian besar atau 90 persen anggota Dewan tidak bisa mempertanggung jawabkan apa yang sudah mereka lakukan selama reses berlangsung khususnya dalam segi ke uangan..
Diketahui, selama reses berlangsung anggota Dewan menerima fasilitas yang cukup menggiurkan, antara lain uang perjalanan dinas, uang makan/minum, uang snack, uang mobilitas, uang transport peserta, uang sewa tenda, uang sewa kursi dan uang sewa sound sistem.
“Dari 8 item fasilitas yang mereka terima, dengan jumlah nominal sekitar ratusan juta rupiah ini, ternyata hingga bulan Juni 2025 ada 40 anggota Dewan yang belum menyelesaikan bukti pertanggung jawaban yang lengkap dan sah dengan nilai sebesar Rp. 857.109.000,”ungkapnya.
Bukan itu saja tambahnya, dari data yang kami miliki, ada 15 anggota Dewan tidak menyertai bukti pertanggung jawaban dengan nilai sebesar Rp. 1.435.340.000,-
Artinya, total dana kegiatan reses yang tidak bisa di pertanggung jawabkan adalah sebesar Rp. 2.292.449.000 dan jumlah ini berpotensi merugikan keuangan daerah.
Menurut Sariwating, apa yang dilakukan anggota Dewan ini telah melanggar PP No. 12 Thn 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
“Dalam hal ini Pasal 141 ayat 1, yang menyatakan bahwa setiap pengeluaran harus didukung bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang di dapat dari pihak yang menagih,”.
Dikatakan, permasalahan ini bisa saja terjadi, karena Sekwan tidak tertib dalam pengawasan dan pengendalian atas pertanggungan jawaban realisasi belanja reses.
Tidak hanya Sekwan, Pjbt Keuangan dan Bendahara Pengeluaran Sekertariat DPRD juga tidak tertib dalam meneliti kelengkapan laporan pertanggung jawaban atas pengeluaran arus Kas yang di kelolanya.
Terkait itu, mereka semuanya bersama anggota Dewan harus bertanggung jawab atas semua masalah yang terjadi.
“Mengingat bahwa di tahun 2024 ada anggota Dewan yang tidak terpilih lagi, maka proses pengembalian dana yang belum di pertanggung jawabkan agak sulit dan rumit, maka jalan terbaik adalah kasus ini harus diserahkan menjadi proses hukum, sehingga biarlah penegak hukum yang akan memproses supaya dana-dana yang masih berada di tangan anggota Dewan bisa ditarik untuk disetor kembali ke Kas Daerah,”tegasnya.
Belajar dari kasus tersebut, ini pertanda bahwa anggota DPRD Maluku tidak semuanya dapat dipercaya, padahal ketika mereka dilantik dan mengucapkan sumpah jabatan berjanji untuk bekerja secara jujur, adil, bertanggung jawab sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi atau golongan.
Artinya, “Mereka telah melanggar sumpah yang telah mereka ucapkan sendiri,”ujarnya.
Secara politis, ketidak mampuan anggota Dewan untuk mempertanggung jawabkan keuangan, akan merusak reputasi dan kepercayaan publik terhadap anggota itu sendiri, bahkan nama baik lembaga juga bisa ikut tercemar. (K-07)




