Ambon – Tidak diakomodirnya kontraktor lokal dalam pekerjaan proyek pemerintah di daerah, mendapat sorotan Gubernur Maluku, Murad Ismail, yang sangat menyesalkan kebijakan tersebut.
Pernyataan tersebut disampaikan Gubernur pada rapat Koordinasi Pengawalan dan Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (P4D), antara Kementerian PUPR dan Kejaksaan Agung RI, yang berlangsung di Ambon, belum lama ini.
Di depan sejumlah pejabat dari Kejaksaan Agung, Kementerian PUPR, sejumlah Satker dan Para Kajati se Maluku, Sulawesi dan Papua , Gubernur mengingatkan supaya adanya pemerataan pekerjaan proyek dan yang diutamakan adalah kontraktor lokal, karena selama ini yang terjadi banyak kontraktor dari luar daerah yang menguasai proyek-proyek berskala jumbo di daerah.
Menanggapi pernyataan Gubernur tersebut, direktur LSM LIRA Maluku, Jan Sariwating mengaku sangat mendukung yang disampaikan itu, karena apa yang dikemukakan oleh Gubernur bukanlah hal baru. Bahkan praktek tersebut sudah berlangsung sejak bertahun-tahun lalu.
“Proyek-proyek yang semestinya bisa dikerjakan oleh kontraktor lokal, ternyata sebagian besar telah dikuasai oleh kontraktor-kontraktor bermodal jumbo dari luar daerah,”ujarnya.
Menurutnya, hal itu tidak bisa terlepas dari campur tangan kepala daerah atau Bupati setempat, dalam menentukan siapa kontraktor yang punya banyak ” jasa ” itulah yang dipakai.
Dan hal itu bisa dibuktikan kata Sariwating, bahwa ada kepala daerah yang “doyan mengimpor ” kontraktor dari luar untuk mengerjakan proyek-proyek di daerahnya.
“Sesunggunya sudah bisa ditebak bahwa proyek yang diberikan itu bukan ecek-ecekan tapi proyek dengan nilai jumbo puluhan milliar rupiah. Ada beberapa Kabupaten yang kepala daerahnya sering mengimpor kontraktor luar daerah, diantaranya Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) dan Kabupaten Buru,”jelasnya.
Sariwating mengaku, kedua Kabupaten tersebut sudah lama sebagai langganan kontraktor luar. “Rupanya para kontraktor tersebut telah sepakat dengan membagi daerah operasional mereka. Misalnya di Kabupaten Buru dikuasai oleh kontraktor-kontraktor asal Papua, sementara di Kabupaten SBB, sudah dipagari oleh kontraktor asal Jakarta,”tandasnya.
Bahkan kata Sariwating, proyek-proyek yang selalu diincar adalah infrastruktur jalan yang bernilai jumbo. Celakanya lagi, proyek-proyek yang mereka kerjakan amburadul, asal-asalan terkesan tidak berkwalitas, karena dikerjakan tidak sesuai dengan tenggat waktu yang telah ditentukan dalam kontrak.
Hal itu bisa disimpulkan bahwa tidak ada jaminan jika dengan hadirnya kontraktor luar, maka pekerjaan akan berlangsung dengan mulus dan tuntas.
Terkait hal itu, Gubernur diminta untuk menegur Bupati yang sering memberikan proyek kepada kontraktor luar tanpa memberikan kesempatan kepada kontraktor lokal sebagai anak daerah untuk bisa mengembangkan usahanya.
“Dan yang penting marilah kita mendukung penuh kebijakan Gubernur tersebut, untuk terus memberdayakan kontraktor lokal supaya bisa membangun daerah ini menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang,”tambah Sariwating.