Ambon – Pelaksanaan perjalanan dinas, apa itu perjalan dinas dalam negeri atau luar negeri, selalu ada sejumlah permasalahan yang muncul, mulai dari pembayaran uang harian yang tidak sesuai dengan Analisa Standard Biaya (ASB) maupun biaya penginapan yang juga tak sesuai dengan ASB.
Berikut tiket yang tak cocok dengan daftar manifes pada maskapai penerbangan, waktu perjalanan yang direkayasa dan kelebihan pembayaran biaya perjalanan.
Diduga, semua itu dilakukan untuk mengambil keuntungan yang tidak wajar, padahal apa yang dilakukan tersebut telah melanggar ketentuan perundangan yang berlaku.
Seperti yang terjadi pada Dinas Pariwisata (Disparda) Kabupaten Kepulauan Tanimbar ( KKT ) ketika melakukan perjalanan dinas ke luar negeri tahun 2018 lalu, untuk memenuhi undangan Kedubes RI di Belanda.
Kepada media ini, Senin (14/10/2019), Direktur LSM LIRA Maluku, Jan Sariwating mengaku, sesuai data yang dimiliki pihaknya, dalam undangan tersebut Kabupaten berjuluk Duan Lolat tersebut diminta untuk berpartisipasi dalam acara World Proef 2018, guna mempromosikan seni budaya KKT.
Bahkan dalam acara tersebut, mereka juga diharapkan dapat menampilkan kekhasan tenun Tanimbar dan seni patung Tumbur kepada publik Belanda, terutama di kota Apeldom. Dan jika ada kesempatan, mereka juga dapat menunjukan secara langsung proses pembuatan tenun Tanimbar secara tradisional di lokasi kegiatan.
Menanggapi undangan tersebut kata Sariwating, PemKab KKT langsung menyetujuinya dan menunjuk Dinas Pariwisata setempat sebagai perwakilan untuk mengikuti acara dimaksud.
Selain acara inti World Proef, pihak kedutaan juga menawarkan kesempatan bagi KKT untuk mengambil bagian dalam pertemuan bisnis (business meeting) dan promosi investasi dan turisme.
Sesuai data yang dimiliki tegas Sariwating, saat itu rombongan yang sebanyak sebanyak 23 orang, terdiri dari Disparda 10 org, Sekertariat Daerah empat org, Sekertariat DPRD enam org dan Disperindag tiga org, sementara dana yang dipakai sebagai uang harian via APBD sebesar Rp. 1.375.912739, yang dibayarkan sesuai golongan dan kurs waktu itu. Dalam hal ini, seluruh anggota rombongan menerima pembayaran perjalanan dinas tujuh hari.
Namun dalam kenyataannya, acara World Proef dan kegiatan pertemuan bisnis, yang mereka ikut itu hanya dua hari, semntara dua hari lainnya untuk perjalanan pp Indonesia-Belanda. “ Jadi setelah selesai acara, rombongan seharusnya sudah harus kembali ke Indonesia,”ujarnya.
Menurut Sariwating, disini masalah mulai timbul, artinya selama 4 hari perjalanan dinas, seharusnya rombongan hanya boleh menerima uang harian sebesar Rp. 775.561.540 sementara kelebihan dana selama tiga hari yang tak terpakai sebesar Rp. 600.351.199, yaitu ( Rp. 1.375.912.739 – Rp. 775.561.540 ), seharusnya dikembalikan ke Kas Daerah.
Celakanya, kelebihan dana Rp. 600.351.199 yang seharusnya disetor ke Kas Daerah, namun ternyata entah atas inisiatif siapa, telah dipakai oleh rombongan untuk berwisata hura-hura ke negara tetangga, Paris dan Belgia.
Perbuatan tidak terpuji yang dilakukan Disparda tersebut, ungkap Sariwating, telah melanggar PerMendagri no. 21 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Dimana pasal 4 ayat ( 1 ) mengisyaratkan Keuangan Daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan dan bertanggung jawab, dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat.
Selain itu ,”Pasal 315 ayat ( 1 ) yang menyebutkan, setiap kerugian Daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang, harus segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundang undangan. Berikut dalam lampiran PerMendagri no 33 tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun 2018, dimana pada poin B angka 3 huruf i disebutkan Penganggaran belanja perjalanan dinas dalam rangka kunjungan kerja dan studi banding, baik perjalanan dinas dalam negeri maupun luar negeri, dilakukan secara efektif, frekwensi dan jumlah harinya dibatasi serta memperhatikan target kinerja dari perjalanan dinas di maksud, sehingga relevan dengan substansi kebijakan Pemerintah Daerah,”ujarnya.
Akibatnya daerah berpotensi mengalami kerugian sebesar Rp. 600.351.199, yang disebabkan karena Kepala Dinas Pariwisata dan PPTK lalai serta tidak cermat dalam pelaksanaan perjalanan dinas dengan mengindahkan peraturan perundang undangan yang berlaku.
Untuk itu Bupati KKT, Petrus Fatlolon diminta untuk tidak berdiam diri atas masalah yang telah terjadi dan harus menegur Kadis Pariwisata, sekaligus minta pertanggungan jawabnya atas dana yang terlanjur digunakan.
“Tidak sampai disitu, Bupati KKT Petrus Fatlolon juga harus perintahkan Sekda sebagai penanggung jawab anggaran dan Kepala BPKAD, untuk segera menarik dana sebesar Rp. 600.351.199 yang terlanjur dipakai dari tiap anggota rombongan, untuk selanjutnya disetor ke Kas Daerah. Terkait itu, kami akan terus memantau/mengawasi proses pengembalian. Jika ternyata hal itu tidak dilakukan, maka akan diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku,’tambah Sariwating.
Sariwating mengaku, pihaknya sudah berupaya untuk melakukan konfirmasi dengan pejabat-pejabat yang terkait masalah tersebut, namun terkendala terbatasnya akses.