Pembangunan RS Pratama SBB Amburadul, Diduga Daerah Rugi Rp. 900 Juta

by -51 views
Korwil LSM LIRA Maluku, Jan Sariwating

Ambon, Kabaresi.com – Penyediaan sarana kesehatan oleh pemerintah, selalu disambut gembira oleh masyarakat di daerah. Sebab, maksud pemerintah dengan membangun berbagai sarana kesehatan, untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan di daerah yang selama ini terbatas dalam segi penganggaran.

Berbagai sarana kesehatan yang dibangun seperti posyandu, puskesmas maupun rumah-rumah sakit, semuanya itu untuk mencapai tujuan dari pembangunan bidang kesehatan, yakni meningkatnya derajat kesehatan masyarakat.

Namun sayang, untuk membangun sarana kesehatan yang repsentatif, ada saja tangan-tangan gatal atau oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, entah sengaja atau tidak menggunakan kesempatan meraih keuntungan yang tidak wajar atas proyek kesehatan yang dibangun pemerintah, seperti halnya yang terjadi di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB).

Direktur LSM LIRA Maluku, Jan Sariwating mengatakan, sesuai data yang berhasil di himpun pihaknya, disebutkan dalam tahun anggaran 2017, Satker pada Dinas Kesehatan SBB memperoleh paket pekerjaan konstruksi untuk Rumah Sakit (RS) Pratama.

Anggaran untuk proyek ini bernilai Rp. 15,5 Milliar dari APBD tahun 2017, dengan jangka waktu pekerjaan 130 hari kalender, mulai 15 Agustus sampai dengan 24 Desember 2017, dengan Kontraktor pelaksana PT. Beringin Dua (BD), yang ber-alamat di Jln. Kapitan Pattimura, Kelurahan Ampera Masohi, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng).

Sayangnya, “Pekerjaan ini mulai bermasalah ketika pihak kontraktor tidak mampu menyelesaikan sesuai kesepakatan dalam kontrak,”ujar Sariwating kepada media ini, Rabu (23/9/2020).

Untuk menyelesaikan masalah katanya, kontraktor mulai ajukan addendum kontrak, tercatat ada 4 kali addendum yang diusulkan, hingga berakhir pada 19 Oktober 2018.

“Artinya, waktu yang digunakan untuk pekerjaan proyek tersebut sejak awal kontrak seluruhnya 430 hari. Ini pertanda bahwa kontraktor pelaksana tidak punya keahlian khusus untuk kerjakan proyek senilai ini. Bukan itu saja, panitia lelang juga tidak profesional dalam menentukan pemenang untuk proyek tersebut,”ungkap Sariwating.

Akibatnya pekerjaan yang terjadi dilapangan amburadul dan walaupun proyek ini telah di bayar 100 persen namun masih ada terjadi kekurangan volume pada item-item yang berujung pada berkurangnya  mutu dan kwalitas dari bangunan tersebut.

Menurutnya, ada 13 item yang dikerjakan tidak sesuai kontrak, diantaranya pembangunan gedung ga wat darurat, ruang operasi, ICU, ruang rawat inap, instalasi farmasi dan lain-lain.

Berikut kekurangan pasir urugan dibawah pondasi, kekurangan pasangan pondasi batu kali, kekurangan pemasangan batako dan lain-lain.

Tidak itu sj, ada juga terjadi kekurangan volume untuk pekerjaan plafond, rangka plafond, cat plafond dan lain-lain.

Sehingga dengan terjadinya kekurangan volume seperti ini kata Sariwating, sangat berpotensi memperpendek umur bangunan RS, apalagi lokasinya yang di kelilingi hutan serta berdekatan dengan pantai.

“Akumulasi terhadap kekurangan volume, atas 13 item ini seluruhnya berjumlah Rp. 900 juta. Dan uang ini merupakan kelebihan pembayaran, yang terlanjur dibayar kepada kontraktor, dan itu harus disetor kem bali ke kas daerah,”jelasnya.

Terlihat tidak ada pengawasan atas pekerjaan proyek ini. Padahal ada konsultan pengawas, ada PPK yang punya tugas untuk mengawasi semua pekerjaan proyek ini. Walaupun begitu, proyek ini telah di bayar 100%. “Artinya dapat diduga telah terjadi “main mata“ antara konsultan pengawas, PPK dengan pihak kontraktor.

Menurut Sariwating, apa yang dilakukan telah melanggar Perpres no. 16 thn 2018 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah. “Dalam hal ini Pasal 89 ayat 4 : Pembayaran untuk pekerjaan konstruksi dilakukan senilai pekerjaan yang terpasang,”jelasnya.

Hal tersebut mengakibatkan telah terjadi kelebihan pembayaran sebesar Rp. 900 juta dan terindikasi merugikan keuangan daerah.

Selain itu, bangunan ini berpotensi mengalami kerusakan dan tidak berumur panjang, karena tidak memenuhi kwalitas mutu yang telah ditetapkan dalam kontrak.

Hal ini juga disebabkan karena kepala OPD, PPK, Panitia Penerima Hasil Pekerjaan dan Konsultan Pengawas, lalai dan tidak cermat serta optimal dalam melakukan pengawasan atas hasil pekerjaan sesuai ketentuan kontrak.

Terkait itu kata Sariwating, seharusnya Bupati SBB, Yasin Payapo, tidak boleh berdiam diri, namun harus berikan sanksi yang tegas kepada PPK, Panitia Penerima Hasil Pekerjaan, karena telah melanggar sumpah jabatannya sebagai ASN, yang mana dalam menjalankan tugas harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Tidak itu saja, aparat Kejaksaan juga diminta untuk perintahkan kepada kontraktor pelaksana untuk segera kembalikan kelebihan pembayaran sebesar Rp. 900 juta dan langsung di setor ke kas daerah.  (Acl)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *