LIRA Minta Kapolda Maluku Perintahkan Kapolres Buru Tangkap Pemilik Alat Berat di Lokasi Tambang GB

by -288 views

Ambon – Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Gunung Botak (GB) Namlea, Kabupaten Buru, saat ini kembali marak. Maraknya aktivitas penambangan ini, di duga ada tangan-tangan siluman yang ikut bermain dalam meraup keuntungan di atas penderitaan masyarakat.

Mestinya pemerintah dan aparat keamanan harus bertindak tegas atas fenomena ini, karena selain telah merusak lingkungan hidup, juga akan berdampak terhadap keamanan masyarakat sekitar lokasi.

Buktinya, beberapa waktu lalu pernah terjadi peristiwa penembakan yang dilakukan aparat keamanan yang berakhir dengan tewasnya seorang warga.

Miris memang, walaupun sering terjadi kericuhan antar penambang, bahkan sudah beberapa kali di tutup secara paksa, namun aktivitas penambangan tetap berlanjut.

Menyikapi persoalan yang semrawut ini, Korwil LSM LIRA Maluku, Jan Sariwating angkat bicara.

Kepada Kabaresi.com, Minggu siang (20/2/2022), Sariwating mengaku sangat prihatin atas situasi yang terus terjadi di Gunung Botak.

Pasalnya, sudah ada perintah Presiden Jokowi di tahun 2017 kepada Gubernur Maluku, untuk segera menutup lokasi GB.

“Dan atas perintah tersebut, GubernurMaluku Said Assagaf saat itu, langsung berkordinasi dengan Kapolda Irjen Pol Royke Lumowa, sehingga kedua pejabat ini sukses mengobrak abrik semua peralatan, termasuk tenda-tenda milik penambang, dan mengusir mereka dari lokasi. Dan saat itu GB bersih dari ak tivitas penambangan dan tidak terlihat lagi penambang disana,”ungkapnya.

Anehnya, di saat keduanya tidak lagi menjabat, marak lagi terjadi aktivitas disana, sehingga menjadi tanda tanya besar kenapa hal ini bisa terjadi.

Bahkan kata Sariwating, menurut informasi, di GB saat ini, tepatnya di areal sungai Anahoni, terlihat ada alat berat (Exavator) yang sedang beroperasi mengeruk pasir.

Dikatakan, kehadiran Exavator pasti akan menimbulkan efek kerusakan lingkungan yang lebih parah.

Hal ini merupakan pelanggaran atas UU No. 32 tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dalam hal ini ada larangan dalam mencemari dan perusakan lingkungan hidup.

“Khususnya Pasal 69 ayat 1 butir a, disebutkan setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, ” jelas Sariwating.

Apalagi, dalam aktivitas pengerukan pasir disertai dengan peredaran bahan merkuri atau sianida, maka ada sanksi pidana paling sedikit 1 tahun, dan paling lama 3 tahun, serta denda paling sedikit Rp. 1 Miliar dan paling banyak Rp. 3 Milliar (pasal 101).

Diduga, dengan beraktivitasnya kembali tambang GB ini, ada unsur pembiaran yang dilakukan oleh aparat Polres Pulau Buru. Dan pembiaran ini, adalah bentuk pembangkangan terhadap perintah Presiden Jokowi.

Untuk itu Sariwating minta Kapolda Maluku, Irjen Pol. Lotharia Latief, untuk perintahkan Kapolres Buru, AKBP Egia Febri Kusumawiatmaja SIK, MSi, untuk segera menangkap pemilik Exavator serta menyitanya sebagai barang bukti, untuk selanjutnya di proses sesuai hukum yang berlaku.

Tidak hanya itu, juga membersihkan lokasi GB dari aktivitas para penambang dan mengusir mereka semua dari situ.

“Kami akan terus memantau situasi yang terjadi di lokasi. Jika ternyata areal penambangan masih tetap beraktivitas, maka LSM LIRA Maluku tidak segan segan akan melaporkan hal ini langsung kepada bpk Kapolri di jakarta,”ungkapnya. (K-07)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *