Ambon – Praktek korupsi yang dilakukan saat ini, seakan sudah menjadi tren dan secara vulgar di pertontonkan kepada masyarakat. Tidak hanya dilakukan oleh pihak executif, tetapi juga oleh lembaga legislatif.
Kita bisa lihat begitu banyak pejabat se level Gubernur, Bupati dan Walikota yang telah di jebloskan ke penjara, karena melakukan perbuatan tercela, korupsi. Bahkan tidak sedikit juga dari pimpinan OPD dan ASN yang melakukan perbuatan yang sama, dengan modus ingin menguasai sejumlah dana yang bukan haknya, demi memuaskan nafsu serakah.
Pihak legislative-pun seakan tak mau kalah, perbuatan tilep menilep anggaran sudah menjadi hal yang lumrah, bahkan dilakukan secara terang benderang.
Belum hilang dari ingatan kita, praktek korupsi yang di lakukkan oleh pimpinan dan anggota DPRD Kota Ambon yang sempat heboh beberapa waktu lalu, seakan tidak menjadi pelajaran bagi rekan-rekannya di daerah lain.
Seperti yang terjadi di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), dimana DPRD setempat di duga telah menggunakan pos belanja uang makan/minum tidak sesuai dengan peruntukannya.
Data yang ada pada LSM LIRA Maluku, di tahun 2021 PemKab SBB menganggarkan belanja barang dan jasa sebesar Rp. 293 Miliar lebih, dengan realisasi sebesar Rp. 256 Miliar lebih atau 87,22 persen untuk seluruh OPD. Dari realisasi Rp. 256 Miliar tersebut, sebagian diantaranya yaitu sebesar Rp. 79 Miliar lebih dipakai untuk belanja bahan pakai habis.
Korwil LSM LIRA Maluku, Jan Sariwating kepada media ini, Senin (18/7/2022) mengatakan, salah satu OPD yang mendapatkan dana untuk belanja ini adalah sekertariat DPRD sebesar Rp. 1,6 Miliar lebih, dan itu dianggarkan untuk belanja makan dan minum bagi rapat anggota.
Dari dana Rp. 1,6 Miliar tersebut, Rp. 595.000.000 diantaranya merupakan belanja makan/minum serta tamu untuk pimpinan DPRD, dalam hal ini Ketua serta Wakil Ketua I dan II. Namun anehnya, dana sebesar itu diambil secara tunai oleh ke-tiga pimpinan DPRD dimaksud.
Bahkan, pengambilan dana secara tunai oleh pimpinan DPRD tersebut, diketahui ternyata telah di rekayasa seakan-akan dana tersebut sebagai pengganti untuk belanja rumah tangga.
Padahal sesuai ketentuan, untuk mendapatkan biaya belanja rumah tangga, pimpinan DPRD seharusnya menempati rumah dinas yang telah disediakan oleh pemerintah. Namun dalam kenyataanya, mereka (pimpinan DPRD, red) tidak menempati rumah dinas, tapi berdiam di rumah pribadi masing-masing.
Karena itu Sariwating menilai, apa yang dilakukan oleh pimpinan DPRD SBB tersebut adalah per buatan yang tercela, yang tidak saja telah merugikan keuangan daerah, tapi juga telah menunjukan moral dan perilaku yang buruk kepada masyarakat, terutama konstituennya yang telah memilih mereka duduk sebagai wakil mereka di lembaga wakil rakyat yang terhormat.
“Perbuatan mana telah melanggar sejumlah ketentuan peraturan yang berlaku, diantaranya UU No. 17 tahun 2014 tentang MD3 pasal 369 perihal sumpah jabatan, alinea ke-3, bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili, untuk mewujudkan tujuan nasional, demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujarnya.
Berikut, “PP no. 18 tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD, yakni pasal 18 ayat 5 , Dalam hal pimpinan DPRD yang tidak menggunakan fasilitas rumah negara dan perlengkapannya, tidak diberikan belanja rumah tangga se- bagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 2 butir c. Juga PP no. 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yakni pasal 3 ayat 1, Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, manfaat untuk masyarakat serta taat pada ketentuan peraturan perundang undangan, ” tambahnya.
Masalah tersebut kata Sariwating, berakibat belanja makanan dan minuman untuk rapat pimpinan DPRD yang tidak menempati rumah dinas, dan dipakai tidak sesuai dengan peruntukannya, berindikasi telah merugikan keuangan daerah sebesar Rp. 523.600.000 (setelah dipotong pajak).
Menurutnya, permasalahan tersebut bisa terjadi karena Sekwan, PPK maupun Bendahara Pengeluaran kurang cermat dalam mengawasi pembayaran belanja makan dan minum untuk rapat pimpinan DPRD, bahkan pembayaran yang dilakukan tidak berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Apa yang dilakukan oleh pimpinan DPRD SBB ini, ujar Sariwating, tidak patut untuk di contoh, bahkan harus di berikan sanksi tegas, karena telah melakukan perbuatan yang mencoreng nama baik lembaga yang terhormat ini.
“Dana sebesar Rp. 523.600.000 ini, harus dikembalikan ke kas daerah dengan rincian untuk Ketua Rp. 215.600.000, untuk Wakil Ketua I dan II masing-masing sebesar Rp. 154.000.000,” tambah Sariwating.
Penjabat Bupati SBB diminta untuk perintahkan Sekwan untuk segera menarik dana-dana tersebbu dari pimpinan DPRD, untuk selanjutnya di setor ke kas daerah.
“Kami akan terus memantau dan mengawasi proses penyetoran atas dana-dana ini, dan kalau ada pihak-pihak yang acuh tak acuh bahkan sengaja menghindari proses ini, kami tak segan-segan untuk melaporkannya kepada aparat untuk ditindak sesuai hukum yang berlaku, “ tutup Sariwating. (K-07)