Namlea – Dua anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Buru, yakni Rifai Takimpo dari Partai Perindo dan Robi Nurlatu dari Partai Nasdem dinilai tidak paham Tata tertib (Tatib) DPRD Buru.
Penilaian itu di sampaikan Praktisi Hukum Ahmad Belasa kepada awak media, Rabu (3/8/2022), menanggapi pernyataan keduanya yang menyebutkan, bahwa proses pergantian ketua Fraksi Bupolo dari Erwin Tanaya kepada Robi Nurlatu, itu sudah sesuai dengan Tata tertib (Tatib).
Padahal dalam Tatib DPRD Kabupaten Buru tersebut, tidak mengatur terkait dengan pergantian Ketua Fraksi.
“Keduanya menyebutkan, pergantian Ketua Fraksi Bupolo dari Erwin Tanaya kepada Robi Nurlatu itu mengacu pada Tatib DPRD Kabupaten Buru, padahal dalam Tatib tersebut tidak mengatur terkait dengan pergantian Ketua Fraksi,” ungkap Belasa.
Karena itu, dirinya menyarankan keduanya untuk harus banyak baca biar paham Tatib.
Dikatakan, persoalan itu bermula dari ketidak pahaman pimpinan DPRD terhadap proses pergantian pimpinan Fraksi Bupolo.
“Pimpinan DPRD Kabupaten Buru menerima surat usulan yang disinyalir kuat berasal dari salah satu partai politik yang tergabung dalam Fraksi Bupolo, yang kemudian mengakibatkan terjadinya pergantian ketua Fraksi Bupolo,” ungkapnya.
Dan hal itu cacat prosedur. “Mengapa cacat prosedur, karena pimpinan DPRD sebagai alat kelengkapan, tidak bisa mengintervensi atau kemudian mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan fraksi,” tambah Belasa menjelaskan.
Ia mengaku merasa aneh, dengan mekanisme atau prosedur surat-menyurat yang disampaikan oleh salah satu pimpinan partai, yang kemudian dijadikan sebagai dasar pimpinan DPRD untuk mengumumkan pergantian ketua fraksi Bupolo pada paripurna alat kelengkapan dewan, itu cacat prosedur,” tambahnya.
Alasanya, “Meskipun yang mengusulkan itu adalah partai politik, tetapi tidak kolektif, kenapa karena proses pergantian itu harus dibicarakan atau diusulkan oleh tiga partai yang tergabung di dalam Fraksi Bupolo atau atau partai-partai politik yang tergabung dalam fraksi itu,” ujar Belasa.
Menurutnya, sebelum pimpinan DPRD mengusulkan paripurna terkait dengan pengesahan alat kelengkapan dan pengumuman fraksi, semestinya pimpinan DPRD harus mengoreksi surat yang disampaikan oleh partai politik yang menyampaikan usulan dimaksud.
“Jadi terkait dengan pertemuan antara pimpinan DPRD dengan salah satu pimpinan partai, saya berkesimpulan kedua-duanya tidak memahami prosedur dan tidak memahami tentang mekanisme apa itu fraksi dan apa itu alat kelengkapan dewan atau yang disingkat dengan AKD,” ujarnya.
Ditambahkan Belasa, yang makin ribet lagi adalah pernyataan dari Roby Nurlatu dan Rifai Takimpo yang mengatakan bahwa proses pergantian ketua Fraksi Bupolo itu sudah sesuai dengan tata tertib.
“Loh Tata tertib di DPRD mana di republik ini berbicara tentang fraksi, ini kan pernyataan ngawur yang disampaikan oleh wakil rakyat yang tidak memahami tentang aturan di DPRD dan tidak bisa memisahkan apa itu fraksi dan apa itu alat kelengkapan dewan,” tegasnya.
Kemudian, ada juga pernyataan yang mengatakan bahwa fraksi itu terpisah dari partai politik tidak memiliki hubungan dengan partai politik.
Menurutnya, ini kan pernyataan yang menyesatkan sebenarnya, mengapa karena fraksi itu adalah perpanjangan tangan dari partai politik.
“Fraksi secara gamblang sudah ditegaskan di dalam ketentuan umum diktum ke 6 peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2018. Kemudian juga di dalam pasal, 374 ayat 1, 2, 3, 4 dan 5 itu kemudian menegaskan tentang posisi fraksi,” tambahnya.
Ia juga meluruskan pernyataan dari dua anggota DPRD ini, maupun dari salah satu pimpinan partai politik yang mengatakan, bahwa apa yang kemudian dilakukan terkait dengan proses pergantian Fraksi Bupolo sudah sesuai dengan tata tertib DPRD.
“Pernyataan ini saya anggap sebagai pernyataan yang tidak paham tentang tata tertib dan pernyataan penyalahgunaan tatib DPRD, karena itu perlu saya luruskan bahwa tata tertib DPRD Kabupaten Buru itu merujuk pada peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2018 tentang pedoman penyusunan tata tertib DPR, jadi tata tertib tidak mengatur tentang fraksi,” tegasnya.
Menurutnya, fraksi itu diatur didalam undang-undang nomor 17 tahun 2014 pada pasal 374 ayat 1,2,3,4 dan 5 di mana pada pasal 2 undang-undang nomor 17 tahun 2014 yang mengatakan, bahwa setiap anggota DPR harus menjadi anggota salah satu fraksi, lanjut pada ayat 4 mengatakan bahwa partai politik yang jumlah anggotanya di DPRD kabupaten yang mencapai ketentuan atau terpenuhi satu fraksi maka partai politik tersebut dapat membentuk satu fraksi di DPRD.
“Jadi pasal 374 ini memiliki korelasi dengan peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2018, ketentuan umum pasal 1 dalam diktum ke-6 yang mengatakan, bahwa fraksi adalah perpanjangan tangan partai politik di DPR berdasarkan konfigurasi hasil pemilihan umum,” paparnya.
Selanjutnya, “Kalau ada anggota DPR yang mengatakan bahwa pasal 123 dan 124 pada peraturan tata tertib DPRD Kabupaten Buru itu mengatur tentang fraksi, itu keliru. Mengapa karena pasal 123 sampai dengan 124 itu bicara tentang komisi apalagi diktum ke-10 dari pasal 123 itu mengatakan bahwa komisi pergantian komisi itu, jeda waktunya 2 tahun 6 bulan,” tambah Belasa.
“Yang dibicarakan di pasal 123 hingga 124 itu soal komisi dan sekali lagi saya tegaskan, bahwa didalam tata tertib DPRD Kabupaten Buru itu tidak ada dan tidak boleh memuat/mengatur soal fraksi. Sehingga kalau ada yang mengatakan bahwa fraksi itu tidak memiliki hubungan dengan partai politik, saya sarankan mereka harus baca ulang PP 12-2018 tentang Pedoman Penyusunan Tatib, UU 17-2014 tentang MD3, maupun undang-undang nomor 2 tahun 2011 tentang partai politik,” tutupnya. (K-09)