LSM LIRA Maluku Minta KPK Supervisi Dana Hibah 29 M Untuk KPU & Bawaslu Kab Bursel

by -84 views
Korwil LSM LIRA Maluku, Jan Sariwating.

Ambon – Pilkada Kabupaten Buru Selatan (Bursel) di bulan Desember 2020 lalu sudah lama usai. KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara, sudah menetapkan pemenang, bahkan Bupati dan Wakil Bupati terpilih-pun sudah dilantik Gubernur Maluku, Murad Ismail pada bulan Juni 2021 lalu.

Namun proses penyelenggaraan Pilkada dimaksud masih menyisakan masalah. Selain ada gugatan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) oleh calon pasangan yang tak lolos, karena merasa tidak puas, juga telah terjadi penggunaan belanja hibah sebesar Rp. 29 Milliar lebih yang tidak sesuai dengan Keputusan Bupati Bursel No. 9 / 2019 tentang Tata Cara Penganggaran, Pelaksanaan dan Pelaporan serta Monitoring dan Evaluasi Belanja Hibah yang bersumber dari APBD.

Data yang ada pada LSM LIRA Maluku menyebutkan, pemkab Bursel dalam tahun anggaran 2020 menganggarkan belanja hibah kepada badan/lembaga/ormas/kelompok masyarakat sebesar Rp. 37.980.512.000, dengan realisasi sebesar Rp. 37.870.511 atau 99 persen.

Dari realisasi sebesar itu, sebagian diantaranya yaitu sebesar Rp. 29.012.511.000, diperuntukan kepada KPUD dan Bawaslu.

Dalam hal ini, KPUD menerima sebesar Rp. 21.312.511.000, dan dicairkan dalam 3 tahap masing-masing tahap I sebesar Rp 8.165.004.400, yang diterima tanggal 17 Januari 2020, tahap II sebesar Rp. 6.573.753.300, di terima tanggal 03 Agustus 2020, dan tahap III sebesar Rp. 6.573.753.300, diterima tanggal 24 Agustus 2020.

Begitu juga dengan Bawaslu, di cairkan melalui 3 tahap, yaitu tahap I Rp. 2.900.000.000, di terima tgl 29 Januari 2020, tahap II sebesar Rp. 2.400.000.000, diterima tgl 03 Agustus 2020, serta tahap III sebesar Rp. 2.400.000.000, diterima tgl 24 Agustus 2020.

Korwil LSM LIRA Maluku, Jan Sariwating menjelaskan, “Dari akumulasi dana hibah sebesar Rp. 29.012.311.000, yang telah diterima oleh kedua lembaga penyelenggara pemilu ini, ternyata ada pelanggaran prosedur dalam proses pencairan yang dilakukan baik oleh Badan Pengelola Keuangan & Aset Daerah (BPKAD) sendiri maupun kedua lembaga ini,’ ungkapnya kepada media ini, Senin (29/8/2022).

Pelanggaran prosedure dimaksud kata Sariwating, adalah pihak BPKAD yang diberi kewenangan untuk meneliti kelengkapan dokumen pencairan, seperti rencana penggunaan dana, pakta integritas yang menyatakan bahwa hibah yang diterima akan digunakan sesuai dengan NHPD, serta ada SK penetapan tentang penerima hibah.

Menurutnya, semua persyaratan ini tidak di teliti dan di verifikasi oleh BPKAD, terbukti walaupun KPUD dan Bawaslu tidak melengkapi persyaratan yang diharuskan, BPKAD tetap saja mencairkan seluruh dana hibah ini.

Diduga ada “main mata” antara Pemkab Bursel c.q BPKAD dengan kedua lembaga ini, bahkan telah melanggar Peraturan Bupati Bursel No. 9 tahun 2019 seperti yang telah disampaikan diatas.

Dalam hal ini, “Pasal 15 ayat 1 butir ( a ) : “Hibah kepada badan/lembaga harus memenuhi syarat, ada surat pernyataan dari OPD terkait bahwa permohonan serta lampiran pendukung lainnya telah di verifikasi dan dinyatakan lengkap sesuai ketentuan yang berlaku,” jelasnya.

Akibat dari tidak terpenuhinya kelengkapan dokumen sebagai syarat pencairan, maka diduga pemberian dana hibah sebesar Rp. 29 Milliar lebih kepada KPUD dan Bawaslu merupakan pemborosan atas keuangan daerah.

Hal ini bisa terjadi tambah Sariwating, karena BPKAD tidak optimal dalam melaksanakan fungsi pengendalian serta pengawasan penata usahaan atas belanja hibah.

“Kami sudah beberapa kali berusaha untuk konfirmasi masalah ini dengan pihak-pihak terkait, bahkan pernah by phone dengan salah satu pejabat teras Pemkab Bursel, namun tidak ada respon sama sekali. Oleh sebab itu, kami minta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk lakukan supervisi atas dana hibah ini, karena di khawatirkan dana sebesar ini di gunakan tidak sesuai peruntukannya,” pinta Sariwating. (K-07)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *