Dinas PUPR Maluku, Diduga “Main Mata” Dalam Proyek Jalan Seri – Hukurila

by -91 views
Korwil LSM LIRA Maluku, Jan Sariwating

Ambon – Pekerjaan proyek jalan Seri – Hukurila yang dimulai tahun 2016 lalu, sempat menuai protes dari masyarakat Seri, karena Pemkot Ambon belum bersedia membayar tanaman umur panjang milik masyarakat.

Namun, setelah diambil alih oleh Pemerintah provinsi cq Dinas PUPR Maluku dengan menyelesaikan hak-hak masyarakat, barulah proyek tersebut bisa dilanjutkan. Dan di tahun 2016, proyek tersebut dimenangkan oleh PT Berlian Brata Bhakti (BBB), dengan kontraktor B sebagai pemilik perusahaan.

Nilai proyek saat itu sebesar Rp. 21,2 Milliar dan di tahun 2017 proyeknya berlanjut dengan memenangkan kembali kontraktor B, dibawah bendera PT Cahaya Citra Mandiri Abadi (CCMA), dengan nilai Rp. 9,8 Milliar.

Namun ada yang menarik dari proses lelang saat itu, yang mendapat sorotan Direktur LSM LIRA Maluku, Jan Sariwating, yakni penetapan pemenang pertama, dua dan tiga oleh Tim Pokja V ULP Dinas PUPR Maluku dari 20 calon peserta lelang.

Kepada media ini, Minggu (1/12/2019) Sariwating mengatakan, data yang dimiliki pihaknya menyebutkan, pemenang pertama sekaligus yang mengerjakan proyek tersebut, yaitu PT Cahaya Citra Mandiri Abadi ( CCMA ), dan sebagai cadangan pemenang kedua PT Berlian Brata Bhakti (BBB), sementara pemenang ketiga PT Gemilang Bhakti Pratama (GBP).

Hebatnya,”Pemilik ketiga perusahaan pemenang tersebut hanya satu orang, yakni kontraktor B sebagai pengendali proyek. Hal ini bisa dibuktikan dalam dokumen penawaran untuk ke tiga perusahaan, tertera dengan alamat yang sama. Begitu juga dengan isi dokumen penawaran ketiga perusahaan itu dalam susunan redaksionalnya sama, baik itu cara penyusunan dokumen maupun kesamaan kesalahan dalam pengetikan,”ungkapnya.

Hal itu bisa disimpulkan bahwa dokumen yang diserahkan adalah copy paste belaka. Dan tidak itu saja, dalam pelaksanaan proyek, ternyata pihak kontraktor telah melanggar kesepakatan dalam kontrak. Kesepakatan mana yang tercantum dalam metode kerja, dimana hasil galian material setelah dimuat dalam dump truck harus dibuang ke luar lokasi proyek. Namun diduga kontraktor memakai material hasil galian tersebut sebagai bahan timbunan dalam meratakan jalan.

Menurutnya, kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa telah terjadi pemborosan dalam penyusunan HPS dalam proyek ini.

“Dengan adanya pemborosan atas penyusunan HPS ini, maka ada perhitungan ulang yang berakibat terjadi dugaan kerugian daerah sebesar Rp. 1,5 Miliar, dan selanjutnya dana itu harus disetor kembali ke Kas Daerah,”tegasnya.

Hal seperti itu tidak akan terjadi kata Sariwating, jika Tim Pokja V ULP bertindak secara profesional dalam menyeleksi perusahaan-perusahaan yang ikut proses lelang.

Ada kecurigaan dan patut diduga, telah terjadi permufakatan jahat atau main mata antara Tim Pokja V ULP dengan pihak kontraktor.

Dirinya menilai, yang dilakukan oleh Tim Pokja V ULP tersebut telah melanggar Perpres no 4 thn 2015 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Dimana pasal 5 menyebutkan, Pengadaan barang dan jasa menerapkan prinsip-prinsip, efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan  akuntabel.

Kemudian penjelasan pasal 83 ayat 1 huruf e, yang menyatakan bahwa indikasi main mata antara penyedia barang/jasa harus dipenuhi sekurang-kurangnya dua indikasi dari empat indikasi yang di isyaratkan : pertama terdapat kesamaan dokumen tehnis, kedua seluruh penawaran dari penyedia mendekati HPS dan indikasi, ketiga adanya keikut-sertaan beberapa penyedia barang/jasa yang berada dalam satu kendali dan ke-empat adanya kesamaan kesalahan isi dokumen penawaran seperti salah ketik dan format penulisan.

Apa yang telah dilakukan oleh Tim Pokja V ULP kata Sariwating, telah mencederai tugas dan kewajibannya sebagai ASN yang menjunjung tinggi sikap profesionalnya dan atas tindakannya harus bisa dipertanggung jawabkan.

Untuk itu, Gubernur Maluku, Murad Ismail sebagai pimpinan daerah, diminta untuk tidak membiarkan praktek-praktek semacam ini terus dilakukan oleh OPD-OPD.

Harus ada langkah tegas bagi siapapun yang melakukan hal-hal yang merugikan kepentingan daerah. “Kalaupun ada lagi penataan birokrasi, maka kami kira Dinas PUPR inilah juga mesti menjadi prioritas utama untuk dievaluasi dan ditata kembali.

Dalam hal ini “pejabat-pejabat yang sekarang sudah dalam posisi nyaman perlu ada suasana baru sebagai bentuk penyegaran organisasi. Dengan adanya tenaga-tenaga baru yang diharapkan, agar Dinas itu bisa berkembang maju lebih baik dari yang ada sekarang,”saran Sariwating.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *