Terkait Kasus Mantan Sekda Buru, Wakil Bupati Siap Bersaksi Dalam Persidangan

by -519 views
Wakil Bupati Buru, Amostofa Besan, SH.

Ambon, Kabaresi.com – Sidang kasus Sekertariat Daerah (Setda) Kabupaten Buru, kini memasuki pemeriksaan saksi-saksi. Beberapa saksi telah dipanggil untuk dimintai keterangan seputar kasus yang telah menjerat mantan Sekda Buru, Ahmad Assagaf, Msi dan bendahara pengeluaran, La Joni Ali, SH.

Saksi yang hadir, merupakan ASN yang tidak punya peran signifikan, yang diharapkan bisa membuka kasus ini secara terbuka, sehingga dapat diketahui secara persis siapa sesungguhnya aktor intelektual yang berada di belakang pemborosan anggaran, sehingga diduga ada potensi kerugian daerah sebesar Rp. 11,1 Milliar lebih.

Banyak tuntutan dari masyarakat termasuk aksi demo mahasiswa, untuk meminta agar Bupati maupun Wakil Bupati supaya bisa dihadirkan dalam sidang di PN Ambon.

Ditengah tuntutan yang mengemuka, ada pernyataan mengejutkan sekaligus menyejukan dari Wakil Bupati Buru, Amostofa Besan, SH.

Mantan Panit Tipikor Ditreskrim Polda Maluku ini mengaku bersedia hadir dalam sidang, jika di undang sebagai saksi oleh JPU dan Hakim.

“Saya siap dengan segenap hati, kapanpun, dimanapun, jam berapa saja, jika di undang dalam sidang sebagai saksi, saya tidak akan mangkir,”ujar Amos, sapaan Wabup Buru tersebut kepada media, Jumat (6/11/2020).

Menurut penerima penghargaan Satya Lencana VIII tahun 2012 ini, jika hadir dalam sidang nanti, dirinya akan menjelaskan semua apa yang diketahuinya, baik itu di dengar, maupun yang dilihat kepada majelis hakim.

Apa yang disampaikan oleh Wabup ini, sangat melegakan kita semua, karena tipe seorang pemimpin yang taat hukum, kesatria, dan harus dijadikan contoh dan teladan kepada pejabat-pejabat, khususnya di Kabupaten Buru.

Lain halnya dengan tingkah polah dari pejabat-pejabat teras eselon II Pemkab Buru, yang berlaku pengecut, bahkan tidak berani untuk membela bos mereka sendiri Bupati Buru, Ramly Umasugi, S.Pi, MM.

Sebagai bawahan yang loyal, ketika Bupati terus menerus mendapat kecaman dan hujatan dari masyarakat, mestinya pejabat-pejabat ini hadir untuk membelanya di depan sidang, meskipun tidak di undang oleh majelis hakim.

Namun pejabat-pejabat ini tidak bersedia untuk lakukan itu, karena mereka di duga turut serta bersama-sama dengan Bupati, telah melakukan perbuatan yang berakibat bocornya sejumlah anggaran. Anggaran itu berupa kegiatan belanja perawatan kendaraan bermotor, sewa perlengkapan dan  peralatan kantor, yang seharusnya sesuai pagu ang garan hanya sebesar Rp. 182,5 juta, namun membengkak menjadi Rp. 11,1 Milliar.

Dari dana Rp. 11,1 M ini, sebagian diantaranya yaitu sebesar Rp. 1,9 Milliar diberikan secara tunai kepada lembaga BPK selama kurun waktu 3 tahun berturut-turut, yakni tahun 2016, 2017 dan 2018.

Tujuan pemberian dana sebesar ini supaya pihak BPK dalam laporan hasil investigasi atas perhitungan keuangan daerah, walaupun ada temuan tidak wajar, tetapi diusahakan supaya dibuat wajar.

Dengan hasil investigasi yang telah di manipulasi tersebut, maka Pemkab Buru dalam rentang waktu 3 tahun berturut-turut memperoleh Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Terkait masalah tersebut, Gubernur LSM LIRA Maluku, Jan Sariwating juga pernah menyorotinya, seperti yang diberitakan media ini, bahwa untuk memuluskan pemberian dana kepada BPK, ada sejumlah pejabat eselon II yang di duga ikut bersama-sama bersekongkol merencanakan supaya dana ini lancar berada di tangan BPK.

Selain mantan Sekda Ahmad Assagaf, juga ada Asisten I Setda Buru,  Ir. Masri. Bahkan celakanya, semua yang di rencanakan ini di koordinir oleh Kepala Inspektorat Buru, Sugeng Widodo. Padahal tugas dan fungsi Inspektorat adalah me laksanakan pengawasan atas OPD-OPD, supaya setiap pekerjaan yang dilakukan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku, tetapi malah ikut merencanakan hal-hal yang melanggar peraturan itu sendiri.

Menurut Sariwating, kasus Setda Buru ini harus di buka transparan, seluas-luasnya bahkan selebar-lebarnya, supaya masyarakat tau ada yang tidak beres dalam sistim pengelolaan keuangan daerah.

Pihak JPU dan majelis hakim juga diminta supaya jangan hanya ASN bawahan saja yang di panggil sebagai saksi. Tetapi pejabat-pejabat eselon II juga harus dimintai keterangan, karena mereka inilah yang lebih mengetahui kepada siapa dan berapa banyak dana yang telah mengalir.

Bahkan dalam kasus ini, Sariwating menilai Assagaf dan La Joni hanya sebagai tumbal, karena mereka berdua hanya diperintah atau korban dari kekuasaan.

Jadi, ibarat buah simalakama, tidak ikut perintah, dianggap tidak loyal dan taat pada pimpinan dan resiko menanti. Tapi dengan melaksanakan perintah, akhirnya mereka berdua harus duduk sebagai pesakitan pada PN Ambon.

Untuk itu Sariwating minta JPU dan majelis hakim untuk kedepankan rasa keadilan untuk kasus ini, siapapun yang terlibat harus di panggil untuk dimintai keterangan, sehingga kasus ini menjadi terang benderang.

Kalaupun akhirnya kasus ini berhenti pada Assagaf dan La Joni tegas Sariwating, untuk menciptakan rasa keadilan, maka LSM yang dipimpinnya akan melanjutkan kasus ini untuk di proses di KPK. (Acl)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *