Ambon – Dana Pokir DPRD Kota Ambon tahun 2023 diperebutkan anggota DPRD dan pengerjaannya amburadul. Diketahui, Pokok Pokok Pikiran (Pokir) adalah merupakan aspirasi berupa saran, usul, masukan dari kelompok masyarakat. Aspirasi tersebut disampaikan dalam pertemuan bersama dengan anggota DPRD Kota Ambon ketika ada agenda reses, dengan tujuan agar aspirasi dari masyarakat ini bisa di perjuangkan.
Untuk memperjuangkan aspirasi ini, anggota DPRD membahasnya bersama Badan Anggaran Banggar), agar keinginan masyarakat bisa di tampung dalam RAPBD.
Ketika selesai pembahasan di Banggar, maka Pokir yang awalnya berupa aspirasi, berubah wujud menjadi Dana Pokir yang selanjutnya dana tersebut digunakan untuk membiayai proyekproyek untuk kepentingan masyarakat itu sendiri. Dengan ditampungnya dana Pokir dalam APBD, maka mulailah dana ini menjadi rebutan antar sesama anggota dewan. Masing-masing anggota mulai mengatur strategi supaya dana Pokir yang sudah di jabarkan dalam berbagai proyek ini bisa di kelola sendiri dan kelompoknya.
Padahal, anggota DPRD mengetahui bahwa dalam manejemen pengelolaan dana Pokir tersebut, menjadi sisi rawan terjadinya perbuatan tindak pidana korupsi.
Pasalnya sudah ada ketegasan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bahwa setelah disetujui dan ditampung dalam APBD, maka dana Pokir tidak lagi menjadi urusan dan wewenang dari DPRD, karena dewan hanya mengawasi pelaksanaan dan realisasinya, sementara kewenanangan pengelolaan dana Pokir tersebut sepenuhnya ada di tangan Dinas PUPR dan OPD teknis lainnya.
Celakanya, ketegasan KPK ini tidak berlaku di DPRD Kota Ambon, bahkan hal itu di anggap angin lalu. Akibatnya, proyek-proyek yang ditangani oleh anggota DPRD melalui dana Pokir tahun 2023 menjadi amburadul dan berpotensi terjadinya perbuatan tindak pidana.
Korwil LSM LIRA Maluku, Jan Sariwating mengatakan, data yang diperoleh pihaknya dari laporan masyarakat menjelaskan, di Tahun Anggaran (TA ) 2023, lalu Dinas PUPR Kota Ambon merealisasikan Belanja Modal (BM) sebesar Rp. 25,9 Milliar lebih untuk membiayai 89 proyek Pengadaan Langsung (PL), berupa pekerjaan drainase, talud, lampu jalan, jaringan air bersih dan lain-lain.
Mirisnya, “Dari 89 proyek yang sudah dianggarkan tersebut, tidak ada 1 pun proyek yang tuntas dikerjakan hingga berakhir tahun anggaran 31 Desember 2023 lalu. Malahan ada proyek yang dikerjakan dengan progres hanya 5 %, seperti pembangunan drainase di Kelurahan Benteng ada 3 (tiga) proyek dengan akumulasi total anggaran Rp. 560 juta dikerjakan oleh CV Pascha Mandiri yang beralamat di Jln. Kapten Tendean Rt 001/RW 002, Kota Ambon,”ujarnya kepada media ini, Senin (4/11).
Dikatakan, pekerjaan PL ternyata membawa dampak serius atas sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPRD. Sebut saja dalam proses pengajuan dan penetapan pekerjaan PL, tidak ada proposal yang di ajukan yang merupakan salah satu syarat ketika ingin mengerjakan sebuah proyek,”ujarnya kepad media ini, Senin (4/11).
Bukan itu saja, dari 89 proyek PL yang tidak selesai dikerjakan, ada denda yang harus di setor kembali ke Kas Daerah sebesar Rp. 275 juta akibat dari terlambat dalam menyelesaikan pekerjaan.
Begitu juga dalam proses penetapan kontraktor pelaksana, DPRD berlaku diskriminasi bahkan tidak adil, karena ada 1 kontraktor bisa mengerjakan 3 hingga 7 proyek untuk 1 item pekerjaan.
Sebut saja CV Seram Indo Pratama dengan alamat Jln Kebun Cengkeh, Kota Ambon, mengerjakan 5 proyek pemasangan lampu jalan dengan total akumulasi anggaran Rp. 860 juta. Berikut, CV Canari Group dengan alamat Jln. Laksdya Leo Wattimena, Kota Ambon mengerjakan 7 proyek drainase dan talud penahan tanah dengan total akumulasi anggaran Rp. 1,2 Milliar.
Selain itu, CV Indrin Makmur dengan alamat Skip Bawah Rt 001/Rw 003 Batu Meja Ambon, mengerjakan 5 proyek Air Bersih dengan ak mulasi anggaran Rp. 800 juta. Kemudian CV Aster Permai dengan alamat Jln. Tansi Desa Bula, Seram Bag. Timur mengerjakan 4 proyek talud penahan tanah dengan akumulasi Rp. 680 juta.
Ada juga beberapa perusahaan lain yang juga mendapat 2 hingga 3 proyek, dimana semua proyek yang disebutkan ini tidak tuntas dikerjakan hingga akhir tahun anggaran 2023.
Apa yang dilakukan oleh anggota DPRD ini tandas Sariwating, telah menyalahi PP No. 12 thn 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
“Pasal 3 ayat 1 menyebutkan, pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib, effisien, ekonomis, efektif, transparn dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, manfaat untuk masyarakat serta taat pada ketentuan perundang undangan,”ujarnya.
Menurut Sariwating, Pengelolaan dana Pokir yang amburadul seperti ini bukan baru terjadi di tahun 2023 ini, tapi juga terjadi di thn 2021 dan 2022, dimana kasusnya pernah kami laporkan secara resmi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Amburadul pengelolaan dana Pokir seperti ini bisa saja terjadi karena Pemkot Ambon yang punya anggaran di nilai kurang tegas dalam pengawasan atas pengelolaan dana ini, sehingga kasus dana Pokir ini dari tahun ke tahun selalu menimbulkan masalah, karena itu tidak boleh dibiarkan berlanjut, tapi harus dihentikan,’tambahnya.
Caranya, meminta KPK untuk melakukan ivestigasi dan jika dalam proses tersebut ditemukan ada praktek-praktek yang menjurus kepada tindak pidana korupsi, maka pelakunya siapapun dia, harus dimintai pertang gung jawaban. (K-06)