LIRA Lapor Kasus Proyek Jalan Lamahang-Rana Kab Buru ke Kejati Maluku

by -402 views
Korwil LSM LIRA Maluku, Jan Sariwating.

Ambon, Kabaresi.com – LIRA Maluku hari ini, Selasa (13/4/2021) secara resmi telah melaporkan kasus proyek jalan Lamahang – Rana, Kabupate Buru tahun 2018 lalu ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku dan tembusannya juga dilaporkan ke Kejaksaan Agung RI serta KPK untuk diketahui.

Dalam laporan yang ditandatangani Gubernur LSM LIRA Maluku Jan Sariwating yang juga diterima media ini menyebutkan, yang dilaporkan yakni Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Buru Sifa Alatas, ST sebagai Pengguna Anggaran, beralamat di Namlea.

Berikut, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Dinas PUPR Kabupaten Buru, Hasan Waei, ST, S.Mi beralamat di Namlea dan Junaedi pimpinan PT Kaironi sebagai pelaksana proyek yang beralamat di Manokwari-Papua Barat.

Dalam laporan setebal tiga halaman tersebut, disebutkan ketiga terlapor itu diduga telah melakukan suatu perbuatan yang berpotensi menghambat pembangunan Nasional serta merugikan keuangan daerah atau setidak-tidaknya melakukan suatu kompromi untuk meraup keuntungan yang tidak wajar atas proyek jalan Lamahang-Rana Kabupaten Buru

Seperti diketahui, dalam APBD Kabupaten Buru tahun 2018, Dinas PUPR Buru menggarakan belanja modal sebesar Rp. 295,9 Milyar, dengan realisai sebesar Rp. 262,1 Mliyar. Dan dari realisasi sebesar Rp.262,1 ini, sebagian diantaranya sebesar Rp. 19.050.000.000 daianggarkan untuk pekerjaan proyek jalan Lamahang-Rana.

Kontrak atas proyek ini dilakukan di Namlea pada tanggal 16 Juli 2018 oleh 3 pihak, masing-masing Kadis PUPR Buru Sifa Alatas, ST, PPK Hasan Wael, ST, M.Si serta Junaedi pimpinan PT Kaironi sebagai kontraktor pelaksanan proyek ini.

Pekerjaan proyek ini dimulai tanggal 16 Juli dan harus selesai pada tangaal 13 Desember 2018 sesuai kontrak dengan durasi waktu 150 hari kalender. Namun dengan alasan sulitnya bahan matrial dan tingginya curah hujan, perusahaan minta addendum, sehingga penambahan waktu ditambah 90 hari kalender.

Anehnya, walaupun jangka waktu addendum sudah berakhir di bulan Maret 2019 lalu, namun oleh konsultan pengawas proyek ini baru dikerjakan sekitar 60 persen atau setara dengan dana sebesar Rp. 12 Miliar dari total nilai pekerjaan Rp. 19 Miliar.

Celakanya, sesuai data yang diperoleh proyek ini sudah dibayar lunas 100 persen yaitu Rp.19 Miliar.

Dalam hal ini, ada 4 termijn (tahap) dalam melakukan pembayaran kepada perusahaan, yakni termijn pertama dibayar sebesar Rp. 3.810.000.000, tanggal 30 Juli 2018 sebagai uang muka.

Artinya, baru 2 minggu setelah kontrak ditanda tangani dan belum ada kegiatan apapun, namun perusahaan sudah dibayar sebesar itu.

Berikut, termijn kedua dibayar sebesar Rp. 3.810.000.000, tanggal 21 Desember 2018 dan termijn ketiga dibayar sebesar Rp. 3.810.000.000, tanggal 06 Agustus 2019.

Kemudian termijn keempat dibayar sebesar Rp. 6.667.500.000, tanggal 11 Maret 2020 dan termijn kelima dibayar sebesar Rp. 952.500.000, tanggal 03 April 2020.

Melihat kenyataan yang terjadi ditambah dengan hasil yang di sampaikan oleh konsultan pengawas, seyogianya perusahaan (kontraktor) tidak berhak untuk menerima seluruh dana yang tertera dalam kontrak.

Diduga ada tangan-tangan siluman yang telah merekayasa proyek ini untuk kepentingan pribadi maupun kelompok dan korporasi. Dalam hal ini, ada dana sebesar Rp. 7 Miliar (Rp.19 M – Rp. 12 M) yang diduga menguap akibat proses pembayaran yang melebihi pekerjaan di lapangan. (Acl)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *