Ambon – Kontraktor luar daerah, kini hilir mudik di Maluku, untuk lakukan negosiasi dengan Pemerintah kabupaten (Pemkab) setempat guna mendapatkan proyek yang sudah diincar sebelumnya.
Sasaran utama bukan proyek berskala ecek-ecekan tetapi jumbo. Dan hasilnya, bisa dilihat sejumlah proyek infrastruktur seperti pembangunan jalan baru yang anggarannya mencapai puluhan milliar rupiah tersebut, jatuh ke tangan mereka.
Adalah Kabupaten Buru dan Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB). Kedua Kabupaten ini sering “mengimpor” kontraktor dari luar. Dan nilai proyek yang mereka garap-pun nilainya mencapai puluhan milliar rupiah.
Seperti yang terjadi di Kabupaten SBB misalnya, dalam tahun anggaran 2017 dan 2018, ada beberapa ruas jalan yang dikerjakan oleh sejumlah kontraktor dari Jakarta.
Perusahaan kontraktor tersebut beralamat pada lokasi yang sama, yakni sebuah kawasan elit di Kebon Melati, Jln Tanah Abang, Jakarta. Di duga semua perusahaan ini pemiliknya sama atau satu orang.
Data yang di miliki media ini, ada beberapa ruas jalan yang dikerjakan asal-asalan, tidak berkwalitas bahkan terkesan amburadul, lantaran pekerjaan tidak sesuai dengan tenggat waktu sesuai kontrak. Dan walaupun telah diberi kesempatan untuk penyelesaian via addendum, namun tetap saja pekerjaan tidak selesai.
Anehnya, walaupun hasil pekerjaan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, ternyata Pemkab SBB telah membayar lunas 100 persen.
Menanggapi kondisi tersebut, direktur LSM Lira Maluku, Jan Sariwating kepada media ini mengatakan, Pemkab SBB rupanya tidak mencintai rakyatnya sendiri. Terbukti pembangunan jalan sebagai sarana untuk mendekatkan masyarakat yang terisolasi dengan pusat ekonomi dan pemerintahan, ternyata hanya sebatas angan-angan saja.
Menurutnya, kalau saja Pemkab berpihak kepada kontraktor lokal, ada keuntungan ganda yang didapat. Pertama timbul percaya diri, bahwa mereka juga bisa mengerjakan proyek skala besar. Kedua, dana yang diperoleh tidak mengalir keluar daerah, tapi berputar hanya di daerah, ujungnya masyarakat dapat diberdayakan dan perekonomian daerah bisa berkembang dengan baik.
“Kasus yang terjadi seperti ini harus dibatasi dan dihentikan. Hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme ini, diharapkan tidak boleh terjadi lagi dan mata rantainya harus dikebiri,”ujarnya.
Untuk itu Sariwating minta Kejaksaan Tinggi (Kajati) Maluku untuk segera mengambil sikap tegas guna memprosesnya sampai di pengadilan, supaya ada efek jera.