Ambon, Kabaresi.com – Dinas PUPR Buru, kini mulai berulah. Pekerjaan proyek yang seharusnya untuk kepentingan masyarakat banyak, ternyata jauh dari harapan.
Belanja modal yang telah dianggarkan, peruntukannya tidak sesuai dengan program yang telah dibuat.
Akibatnya proyek-proyek yang disasarkan kepada masyarakat, tidak membawa manfaat yang maximal.
Direktur LSM LIRA Maluku, Jan Sariwating, Minggu (6/9/2020) menjelaskan data yang berhasil dihimpun pihaknya menyebutkan, dalam APBD tahun 2019 Kabupaten ini menganggarkan belanja modal sebesar Rp. 305 Milliar lebih. Dengan realisasi sebesar Rp. 226 Milliar lebih, dan dari realisasi sebesar itu, ada 3 proyek yang diperuntukan kepada Dinas PUPR.
Menurutnya, proyek-proyek tersebut antara lain Proyek pekerjaan jalan Debo – Wambasalahin, dengan anggaran Rp. 4.315.500.000,,- di kerjakan oleh CV Nadia.
Berikut proyek saluran sekunder di kota Namlea, dengan anggaran Rp. 1,9 Milliar, dikerjakan oleh CV Pilar Baru. Lalu ada proyek jalan masuk Gapura Mako, dengan ang garan Rp. 1,5 Milliar.
Celakanya, walaupun ketiga proyek tersebut telah dibayar 100 persen, namun ada item-item pekerjaan dalam kontrak yang tidak dikerjakan.
Seperti pada proyek jalan masuk gapura Mako, ada pekerjaan cor lantai beton senilai Rp. 280 juta yang tidak dikerjakan oleh kontraktor. Untuk saluran sekunder, ada galian tanah yang belum ditimbun senilai Rp. 63 juta. Sedangkan untuk pekerjaan jalan Debo-Wambasalahin, ada timbunan pilihan yang belum diselesaikan senilai Rp. 27 juta.
Akibat dari kelalaian pihak Dinas PUPR, maka telah terjadi kekurangan volume pekerjaan atas ketiga proyek tersebut, yang terakumulasi sebesar Rp. 370 juta.
Menurut Sariwating, apa yang telah dilakukan oleh Dinas PUPR, diduga telah melanggar kontrak dan sejumlah ketentuan yang ada.
“Dalam Perpres No. 16 thn 2018 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah, pasal 27 ayat 4 point b, pembayaran berdasarkan hasil pengukuran bersama, atas realisasi volume pejerjaan. Berikut Pasal 57 ayat 2, PPK melakukan pemeriksaan terhadap barang/jasa yang diserahkan. Selain itu, pasal 57 ayat 5, pelanggaran atas ketentuan sebagaimana tercantum pada ayat-ayat diatas, dapat dikenakan sanksi kerugian sebesar nilai kerugian yang ditimbulkan,”ungkapnya.
Disebutkan, hal tersebut mengakibatkan telah terjadi kelebihan pembayaran atas kekurangan volume pekerjaan ketiga proyek tersebut sebesar Rp. 370 juta.
Ditambahkannya, masalah ini bisa terjadi karena Kepala Dinas (Kadis) PUPR lalai dalam melaksanakan pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan kegiatan pada OPD yang dipimpinnya.
Selaian itu, PPK dan PPTK yang lalai atas pengawasan pelaksanaan kontrak pekerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka.
“Oleh sebab itu karena ada unsur kelalaian, harus ada yang bertanggung jawab atas kelebihan pembayaran dan itu merupakan kerugian daerah,’katanya.
Bupati Buru, Ramli Umasugi maupun Sekda, tidak boleh berdiam diri. Diminta untuk menegur dan mengambil tindakan tegas kepada Kadis PUPR maupun PPK dan PPTK, serta perintahkan untuk segera menarik kelebihan pembayaran sebesar Rp. 370 juta dan menyetorkan ke Kas Daerah. (Acl)