Hitimala : Produksi Minyak Kayu Putih SBB, Harus Berkontribusi Tingkatkan PAD

by -573 views
Yudin Hitimala, Anggota Fraksi Hanura DPRD SBB

Piru – Produksi minyak kayu putih di kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), yang dinilai tidak berdampak pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), membuat Yudin Hitimala, anggota DPRD Kabupaten SBB angkat bicara.

Menurut anggota fraksi Hanura tersebut, komoditas minyak kayu putih terbesar di SBB tersebar di beberapa wilayah seperti pulau Buano, pulau Kelang, pulau Manipa, dataran Waesala serta dataran Piru dan Eti.

Namun selama ini, ribuan ton minyak kayu putih hasil produksi masyarakat di Kabupaten Saka Mese Nusa tersebut dibeli para tengkulak untuk dikirim ke Kabupaten Buru, sehingga produksi komoditi SBB, namum Kabupaten Buru yang mendapat nama besar termasuk inkam untuk PAD mereka.

Kepada media ini, Jumat (11/10/2019) mantan sekertaris komisi I DPMF Pertanian Unpati tersebut mengatakan, tanaman kayu putih yang tumbuh di Kabupaten SBB, disuling menggunakan kayu bakar, air dan peralatan, serta dikerjakan oleh masyarakat sebagai petani/penyuling, namun dalam kenyataannya Kabupaten lain yang mendapat manfaat/keuntungan dari hasil kekayaan alam yang kita miliki.

“Yang lebih menyedihkan lagi, bahwa realitasnya masyarakat kita sebagai petani/penyuling minyak kayu putih di Kabpaten SBB, bukan sebagai penentu harga minyak kayu putih dalam pangsa pasar, melainkan ditentukan oleh para tengkulak yang merupakan kaki tangan pengusaha besar dari Kabupaten Buru yang ada di SBB.,”jelas Hitimala.

Penyebabnya kata Dia, adalah karena masyarakat petani/penyuling di SBB memiliki keterbatasan tentang informasi pasar, serta akibat kebutuhan-kebutuhan mendesak, sehingga kran pasar dimainkan oleh para tengkulak, yang dirugikan adalah masyarakat sebagai petani/penyuling.

“Mestinya dinas teknis terkait, dalam hal ini dinas Perindustrian, Perdagangan, Pertanian serta dinas Koperasi dan UKM Kabupaten SBB harus punya kebijakan dan mengambil langkah kongkrit untuk mengatasi masalah ini, namun kelihatannya dinas-dinas teknis tersebut lagi mati suri dan tidak bisa berbuat apa-apa,”ujarnya.

Terkait itu, Hitimalah menyarankan dinas-dinas tersebut lebih maksimal lagi untuk melihat dan menyelesaikan masalah tersebut. “Khusus dinas Perindag mestinya harus memiliki data yang akurat terkait kapasitas produksi minyak kayu putih yang kita punya, serta ada pengawsan yang ketat terkait rantai pasar penjualan minyak kayu putih, termasuk ikut menentukan harga minyak kayu putih per-kilogram/liter, sehingga tidak merugikan masyarakat petani/penyuling, sekaigus memberikan efek jerah bagi tengkulak atau mafia pasar minyak kayu putih di Kabupaten SBB saat ini,”tegas Hitimala yang juga mahasiswa Prodi Magister Agribisnis Pascasarjana Unpati.

Ditambahkannya, dinas teknis dalam hal ini Disperindag harus punya inovasi agar brend  minyak kayu putih produksi Kabupaten SBB bisa dikenal di pansa pasar luas, bahkan kalau bisa pemerintah daerah kita harus memfasilitasi dan menyiapkan pasar untuk petani/penyuling kita, agar semua hasil produksi minyak kayu putih dapat tertampung dan diekspor dengan menggunakan label Kabupaten SBB, yang tentunya akan memberikan manfaat untuk meningkatkan PAD Kabupaten yang kita cintai bersama.

“Bahkan lebih dari itu, harus memikirkan bahwa tanaman kayu putih saat ini, bukan lagi menjadi tanaman liar yang tumbuh secara alami di alam bebas begitu saja, akan tetapi sudah menjadi tanaman yang dibudidayakan oleh masyarakat kita dan memiliki nilai ekonomi tinggi saat ini,”tambahnya.

Terkait itu, Hitimala minta dinas Pertanian harus mengambil langkah kongkrit melalui program perluasan area dan kapasitas produksi yang dimiliki, didongkrak untuk lebih meningkat lagi, yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat SBB.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *