Diduga Lakukan Rasisme dan Ujaran Kebencian, Oknum Anggota DPRD Buru Dilaporkan Ke Polisi

by -250 views
Ambo Kolengsusu, SH, kuasa hukum Erwin Tanaya, usai melapor dugaan perbuatan Rasisme dan Ujaran Kebencian di SPKT Polres P Buru.

Namlea, Kabarasi.com  – Diduga melakukan rasisme dan ujaran kebencian, oknum anggota DPRD Kabupaten Buru, Jaidun Saanun, SE dilaporkan ke Polres Pulau Buru, Senin malam (1/6/2020).

Jaidun Saanun anggota fraksi Partai Golkar DPRD Kabupaten Buru tersebut dilaporkan Ambo Kolengsusu, SH, Penasihat Hukum (PH) Erwin Tanaya atas dugaan tindakan rasisme dan ujaran kebencian terhadap klien-nya di Watsapp grup Pansus Covid-19 DPRD Buru.

Laporan PH Erwin Tanaya tersebut, diterima Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Pulau Buru.

Seperti diketahui, Erwin Tanaya yang akrap disapa At Tanaya, juga anggota DPRD Kabupaten Buru periode 2019-2024.

Kepada wartawan usai laporannya diterima Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu  (SPKT) Polres Pulau Buru, Ambo Kolengsusu, SH yang akrab disapa Ambonem mengatakan, “Hari ini pelaporan kami sudah diterima di SPKT dan persoalan dugaan rasisme dan ujaran kebecian ini akan kami kawal ketat, sehingga di kemudian hari tidak ada lagi pejabat atau masyarakat siapapun yang bertindak sesuka hati,’ungkapnya.

Karna menurutnya, “Penghapusan rasis dan etnis diatur dalam uu no 19 Tahun 2016 tentang perobahan atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang ITE dan Pasal 8 ayat 2 Pasal 16 Junto, Pasal 4 Hurup B angka 1 UU nomor 40 tahun 2008, semestinya seorang pejabat publik diwilayah NKRI, figure tersebut harus menempatkan posisi dan wibawah untuk menjaga keutuhan bangsa ini,”tegasnya.

Jadi,” Tanpa hak atau tidak memiliki alas atau dasar hukum yang sah untuk melakukan perbuatan yang dimaksud.  Alas hak dapat lahir dari peraturan perundang-undangan, perjanjian atau alasan hukum yang lain. Tanpa hak juga mengandung makna menyalah-gunakan atau melampaui wewenang yang diberikan selaku anggota DPRD,”ujar Ambonem.

Sedangkan Perbuatan yang dilarang dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, menurut Ambonem, ialah dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).

Dia juga menuturkan, seseorang yang sengaja menuliskan status dalam jejaring sosial, berupa  informasi yang berisi provokasi terhadap suku/agama tertentu, dengan maksud menghasut masyarakat untuk membenci atau melakukan anarki terhadap kelompok tertentu, maka Pasal 28 ayat (2) UU ITE ini secara langsung dapat dipergunakan oleh Aparat penegak Hukum (APH) untuk menjerat pelaku yang menuliskan status tersebut.

Karena itu, pengacara muda yang tenar di Kabupaten Buru ini, berharap agar pihak penegak hukum, dalam hal ini Polres Pulau Buru melalui Satreskrim, secepatnya memproses masalah ini sesuai hukum yang berlaku di negara ini. (AK/SW)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *