Diduga Kelola Dana Pokir DPRD Ambon Amburadul, LSM LIRA Maluku Lapor KPK

by -265 views

Ambon – Pengelolaan Dana Pokir oleh DPRD Kota Ambon tahun 2021 dan 2022 diduga amburadul, mendesak LSM LIRA Maluku melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam laporan Nomor 01/A-DPW/LIRAMAL/II/2024 tertanggal 5 Pebruari 2024, yang ditandatangani Korwil LSM LIRA Maluku, Jan Sariwating yang juga diterima media ini, Senin (5/2) tersebut, disebutkan  terlapor diduga telah melakukan perbuatan yang berpotensi menghambat pembangunan nasional serta merugikan keuangan daerah, atau setidak-tidaknya melakukan suatu kompromi untuk meraup keuntungan yang tidak wajar atas pengelolaan dana Pokir tahun 2021 dan 2022.

Disebutkan, di tahun 2021 dari 361 paket proyek dengan skema Pengadaan Langsung (PK), dengan nilai nominal masing-masing di bawah Rp 200 juta, sebanyak 321 proyek merupakan usulan Pokok – Pokok Pikiran (Pokir) dengan total anggaran senilai Rp 55.6 miliar. Dalm hal ini, dengan jumlah proyek dan anggaran sebesar itu, masing-masing anggota DPRD mulai mengatur strategi bagaimana supaya proyek-proyek tersebut bisa dikelola sendiri.

Padahal, mereka harus tahu bahwa dalam managemen pengelolaan dana Pokir, area ini menjadi sisi rawan terjadinya tindak pidana korupsi. Apalagi ada ketegasan dari KPK dan harus dipenuhi, bahwa anggota DPRD tidak punya hak dan wewenang untuk mengelola dana Pokir,  itu menjadi kewenangan dari pihak Eksekutive (Pemkot), DPRD hanya mengawasi pelaksanaan dan realisasinya.

Akibatnya, proyek-proyek yang ditangani anggota DPRD melalui dana Pokir menjadi masalah dan berpotensi terjadinya perbuatan tindak pidana korupsi. Dalam hal ini, pekerjaan PL ternyata membawa dampak serius atas sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPRD antara lain :

Dalam proses pengajuan dan penetapan pekerjaan  PL, tidak ada proposal, namun semuanya diusulkan langsung oleh anggota DPRD. Dan dari 321 proyek Pokir,  ada 24 proyek yang dikerjakan amburadul karena tidak sesuai dengan spek, berakibat pekerjaan tidak bermutu bahkan ada yang kurang volume dan berpotensi terjadinya kebocoran keuangan daerah dengan akumulasi sebesar Rp 500 juta lebih.

Selain itu penetapan kontraktor pelaksana, DPRD berlaku sangat diskriminatif, bahkan terkesan tidak adil, dalam hal ini ada satu orang kontraktor bisa mengerjakan 4 hingga 5 proyek dalam satu desa/negeri. Seperti contoh di desa Tawiri ada 5 proyek pekerjaan drainase, dikerjakan hanya oleh CV Excel Pratama (EP) dengan akumulasi dana sebesar Rp 800 juta lebih.

Berikut, di desa Halong ada 4 proyek pekerjaan drainase dikerjakan hanya oleh CV Putri Kembar Permai (PKP) dengan akumulasi dana sebesar Rp 400 juta lebih.

Begitu juga di lokasi lain, ada 5 proyek pemasangan  lampu jalan hanya dikerjakan oleh CV Panamas dengan akumulasi dana sebesar Rp 700 juta lebih, begitu juga CV Barestu yang mengerjakan 4 proyek lampu jalan, kemudian 4 proyek penahan badan jalan yang dikerjakan hanya oleh CV Soepandji.

Disebutkan, dana sebesar Rp 55.6 miliar digunakan hanya untu memenuhi usulan dari anggota DPRD berupa POKIR dewan dan dipakai sebagai PL, dimana semuanya berupa paket proyek pembuatan drainase, taulud, lampu jalan, jaringan air bersih dan lain-lain.

Bahkan ternyata sampai dengan selesai tahun anggaran 2021, realisasi pembayaran proyek hanya sebesar Rp 13,2 milliar, sehingga sisanya Rp 42, 4 milliar

Ditambahkan, kondisi ini juga tidak berbeda dengan tahun 2022, dalam hal ini pengelolaan dana Pokir, diduga semuanya diatur oleh anggota DPRD. Akibatnya, dalam pekerjaan proyek PL, telah membawa dampak serius  atas sejumlah pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD, diantaranya tidak ada proposal yang

Selain itu, ada beberapa lokasi yang di pindah tidak pada lokasi usulan awal, bahkan ada proyek yang semula dianggarkan, tapi entah kenapa diganti dengan proyek lain.

Kemudian, ada proyek yang tidak masuk dalam Dokumen Pelaksnaan Anggaran (DPA), namun diajukan sebagai proyek baru pada DPA Perubahan. Seperti dalam tahun 2022, ada 5 proyek pekerjaan lampu jalan dengan akumulasi dana sebesar Rp 500 juta lebih, namun hingga pertengahan tahun 2023 proses pekerjaan nol persen tersebar di 5 desa/negeri yakni negeri Hatiwe Kecil, desa Halong, desa Galala, kecamatan Wainitu dan Gunung Nona.

Dijelaskan, sebagai penyelenggaran Negara, apa yang dilakukan oleh anggota DPRD tersebut, adalah perbuatan yang telah melenceng jauh dari tupoksi yang diamanatkan oleh peraturan  perundang-undangan yang berlaku, dimana penggunaan anggaran harus efisien, terarah memperhatikan rasa keadilan serta dapat di pertanggung jawabkan.

Untuk itu KPK diminta untuk menindak lajuti laporan tersebut tugas dan kewenangan sesuai aturan yang berlaku. (K-06)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *